KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya
dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan
perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988)
dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan
bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan
(right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir konvergen
(convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara
berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya
ini (Clark, 1983: 24) mengemukakan sejumlah fungsi otak sesuai dengan
belahannya itu sebagaimana tertera pada table berikut ini.
Fungsi Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan
(Clark, 1983: 24)
No. Belahan Otak Kiri
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
2.Verbal, limit sensory, input
3.Sequential, measurable
4.Analytic
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
11.Scientific, technological
Belahan Otak Kanan
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
PENGERTIAN KREATIVITAS SECARA UMUM
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda
oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253)
mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada
kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua
cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir
konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan
bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen
adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternative jawaban terhadap
suatu persoalan.
Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan
kreativitas sebagai berikut. “Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk
mengolaborasi suatu gagasan.” Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa
kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan
lingkungannya.
Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan
kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan.
Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang
berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya.
Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai
kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat
berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin melibatkan
pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang
dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu,
Rodhes (Torrance, 1981) mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam
empat kategori, yaitu product, person, procces, dan press.
Product menekankan kreativitas dari hasil karya
kreatif, baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang
menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi
ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang
berhubungan dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu
berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif.
Adapun press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya
kreativitas pada individu.
Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah
cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya
yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui
interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari
alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.
PENGERTIAN KREATIVITAS MENURUT TORRANCE
Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya
dukungan faktor lingkungan bagi berkembangnya kreativitas adalah Torrance
(1981: 47). Ia mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan,
diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi
dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48), kreativitas itu
bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa
sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis
antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari
lingkungannya.
Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas itu
sebagai proses kemampuan memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau
hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan
mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji
hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu
diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif
yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara faktor
lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat
mempercepat berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.
PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan
sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989). Pendekatan psikologis lebih
melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai
faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis
yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik.
Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic
untuk menjelaskan konsep kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi
berpikir, merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas
itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan
intuiting.
Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat
diukur serta dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar
dan sengaja. Feeling menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi
emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada
diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar oleh orang lain.
Intuiting menuntut adanya suatu tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan
dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadr
dan tak sadar.
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas
individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan
segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial
tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan
peranan keluarga.
Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan
pendekatan sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang
kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of
Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan
tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa
munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola
perkembangan nilai-nilai sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun
1958, 1961, dan 1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam
perkembangan kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan
kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik,
dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan
kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India,
Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode
tertentu dalam setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong
berkembangnya kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang
kreatif. Sebaliknya, ada juga periode-periode tertentu yang justru mengekang
berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi
perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Perkembangan kreativitas juga merupakan
perkembangan proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses
perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut
Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu
sebagai berikut.
1. Tahap
Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut
Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan
lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan
otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga
dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan
sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan
belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada
tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab,
pada tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat
refleksi, pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki
konsep ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk
permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki
tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang
paling tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai
terjadi transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada
umur ini, anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori
dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak
ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap
ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan
kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan
rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan,
kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna,
dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan
Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami
masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya.
Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan
mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai
mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu
dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak
memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya
secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun
penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan
menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun.
Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan
berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ),
interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin
berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang.
Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai
berikut.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang
akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih
memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke
atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah
amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat
berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik
antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan
kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal.
Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada
tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas, antara
lain sebagai berikut.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional
berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional
berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel
dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
TAHAP-TAHAP KREATIVITAS
Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu
persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
1. Persiapan (Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang
dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada
arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif
pemecahan masalah.
2. Inkubasi (Incubation)
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari
masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar
melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru
serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi
atau gagasan baru.
4. Verifikasi(Verivication)
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan
konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti
dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh
pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh
kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis.